Metode Eja dalam Pembelajaran Membaca Permulaan - Edukasi -->

Halaman

    Social Items


Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem.

Pembelajaran membaca permulaan dengan metode eja memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, dan seterusnya, dilafalkan sebagai [a], [be], [ce], [de], [ef], dan seterusnya.. Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.

Misalnya : 
  • b, a, d, u menjadi b-a ba (dibaca atau dieja /be-a/ be-a [ba ], de- u [du])
  • d-u du (dibaca atau dieja /de-u/ de- u [du])  ba-du dilafalkan /badu/
  •  b, u, b, u menjadi b-u bu (dibaca atau dieja /be-u/ be-u[bu] /be-u/ be-u[bu])
      Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh-contoh rangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan komunikatif, dan pengalaman berbahasa. Artinya, pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran membaca permulaan hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan anak menuju hal-hal yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi anak.


      Anak yang baru mulai belajar membaca, mungkin akan mengalami kesukaran dalam memahami sistem pelafalan bunyi /b/ dan /a/ menjadi [ba], bukan [bea]. Bukankah huruf /b/ dilafalkan [be] dan huruf /a/ dilafalkan [a]. Mengapa kelompok huruf /ba/ dilafalkan [ba], bukan [bea], seperti tampak pada pelafalan awalnya? Hal ini, tentu akan membingungkan anak. Penanaman konsep hafalan abjad dengan menirukan bunyi pelafalannya secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebabkan anak mengalami kebingungan manakala menghadapi bentukan bentukan baru, seperti bentuk kata tadi. Di samping hal tersebut, hal lain yang dipandang sebagai kelemahan dari penggunaan metode ini adalah dalam pelafalan diftong dan fonem-fonem rangkap, seperti /ng/, /ny/, /kh/, /ai/, /au/, /oi/, dan sebagainya. Sebagai contoh, kita ambil fonem /ng/. Anak-anak mengenal huruf tersebut sebagai [en] dan [ge]. Dengan demikian, mereka berkesimpulan bahwa fonem itu jika dilafalkan akan menjadi [en-ge] atau [neg] atau [nege].

      semoga bermanfaat

      Metode Eja dalam Pembelajaran Membaca Permulaan


      Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem.

      Pembelajaran membaca permulaan dengan metode eja memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, dan seterusnya, dilafalkan sebagai [a], [be], [ce], [de], [ef], dan seterusnya.. Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.

      Misalnya : 
      • b, a, d, u menjadi b-a ba (dibaca atau dieja /be-a/ be-a [ba ], de- u [du])
      • d-u du (dibaca atau dieja /de-u/ de- u [du])  ba-du dilafalkan /badu/
      •  b, u, b, u menjadi b-u bu (dibaca atau dieja /be-u/ be-u[bu] /be-u/ be-u[bu])
          Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh-contoh rangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan komunikatif, dan pengalaman berbahasa. Artinya, pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran membaca permulaan hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan anak menuju hal-hal yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi anak.


          Anak yang baru mulai belajar membaca, mungkin akan mengalami kesukaran dalam memahami sistem pelafalan bunyi /b/ dan /a/ menjadi [ba], bukan [bea]. Bukankah huruf /b/ dilafalkan [be] dan huruf /a/ dilafalkan [a]. Mengapa kelompok huruf /ba/ dilafalkan [ba], bukan [bea], seperti tampak pada pelafalan awalnya? Hal ini, tentu akan membingungkan anak. Penanaman konsep hafalan abjad dengan menirukan bunyi pelafalannya secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebabkan anak mengalami kebingungan manakala menghadapi bentukan bentukan baru, seperti bentuk kata tadi. Di samping hal tersebut, hal lain yang dipandang sebagai kelemahan dari penggunaan metode ini adalah dalam pelafalan diftong dan fonem-fonem rangkap, seperti /ng/, /ny/, /kh/, /ai/, /au/, /oi/, dan sebagainya. Sebagai contoh, kita ambil fonem /ng/. Anak-anak mengenal huruf tersebut sebagai [en] dan [ge]. Dengan demikian, mereka berkesimpulan bahwa fonem itu jika dilafalkan akan menjadi [en-ge] atau [neg] atau [nege].

          semoga bermanfaat
          Load comments